Saturday, December 11, 2010

learning style

Menurut Dr. Rita dan Dr. Kenneth Dunn, gaya belajar adalah cara manusia mulai berkonsentrasi, menyerap, memproses dan menampung informasi yang baru dan sulit. Demikian juga gaya belajar dapat didefinisikan sebagai cara pekerja dalam menampung informasi baru dan sulit, berpikir atau berkonsentrasi cara mereka biasanya menyelesaikan tugas harian dan memecahkan masalah secara efektif.
Rahasia sukses dalam belajar dan mengajar terletak pada pengenalan seseorang terhadap dirinya sendiri, gaya, potensinya dan konsekuensi akan sekuensi yang ditimbulkan. Sedangkan kunci menuju keberhasilan dalam belajar dan bekerja adalah mengetahui gaya belajar atau bekerja yang unik dari setiap orang, menerima kekuatan sekaligus kelemahan diri sendiri dan sebanyak mungkin menyesuaikan preferensi pribadi dalam setiap situasi pembelajaran, pengkajian maupun pekerjaan.

Otak Kiri dan Otak Kanan

Fungsi – Fungsi Dasar
Belahan Kiri Belahan Kanan
Analisis Pandangan umum
Fokus Menyebar
Coba Simultan
Memerinci Refleks
Temporal Non-Temporal
Logis Intuitif

Tipe orang yang memproses dengan otak kiri (analitis) lebih menyukai lingkungan belajar dan bekerja yang sunyi, pencahayaan yang terang dan dirancang secara formal. Mereka tidak memerlukan makanan camilan dan bisa belajar dan bekerja dengan kondisi terbaik saat sendiri atau dengan kehadiran figur yang berwenang. Cukup jelas bagi kita bahwa ruang kelas dan tempat kerja tradisional dirancang untuk orang yang memproses dengan otak kiri .Sebaliknya kebanyakan tipe orang yang memproses dengan otak kanan(holistic)lebih menyukai pengalihan kebisingan atau musik, pencahayaan redup, mobilitas dan interaksi dengan rekan lain di tempat kerja atau selama belajar atau ketika sedang berkonsentrasi.
Perbedaan – perbedaan gaya umum antara Analitis dan Holistis
Analitis Holistis
Tidak suka berbicara Komunikatif,mesin bicara
Mengepak berhari – hari Mengepak pada menit terakhir
sebelum berangkat
Membuat rencana/persiapan Tidak suka perencanaan
Kompulsif/akurat Fleksible/santai
Sangat teratur Tidak rapi/tidak teratur
Tepat tugas/tepat waktu Kacau/suku terlambat
Perfeksionis Tidak 100%”baik seperti emas”
Menyalahkan orang lain Selalu bisa ditingkatkan
Kompetitif Suka menjelajah
Kerangka/daftar/grafik Pemetaan/ringkasan/ikhtisar
Membuat keputusan Tidak bisa membuat keputusan
Tidak percaya/butuh bukti Bersosialisasi/banyak teman
Khawatir/stres Mudah bergaul,tidak mudah stress
Selangkah demi selangkah detail Ikhtisar,gambar besar
Suka/butuh instruksi detail Lebih suka pengarahan umum
Menggikuti resep saat masak Koki kreatif/menggubah resep
Almari barang-barang rapi Almari tidak rapi,berantakan
Berfikir tunggal pada tugas Berfikir bercabang-cabang saat
megerjakan berbagai hal
Logis/merenung Intuitif/spontan
Serius/bersungguh – sungguh Suka bersenang – senang
Spesialis Generalis

Siswa Taktil, Kinestetik, Visual, dan Auditori

Dalam gaya belajar, taktil atau faktual berarti bahwa penyerapan informasi indriawi terjadi melalui kegiatan menyentuh dan menggarap berbagai benda. Orang-orang dengan preferensi taktil akan paling baik belajar dan mengigat melalui kegiatan yang menggunakan kedua tangan, karena itu para guru perlu benar-benar mengerti bahwa kegiatan mengotak-atik dan manggunakan jari-jari akan sangat, membantu para siswa yang sangat taktil ini untuk berkonsentrasi, bahkan mendengar dengan lebih baik. Semakin mereka dilarang melakukannya, semakin kuat keinginan itu dan semakin kuat pula mereka harus menekannya. Dan itu, berarti mereka berkonsentrasi pada apa yang tidak boleh dilakukan, bukan berkonsentrasi pada isi pelajaran. Mengingat dengan cara menyentuh, merasakan, menangani, dan atau mengotak-atik sesuatu adalah ciri-ciri pelajar taktil (T).
Anak-anak untuk pertama kalinya mulai belajar dan mengigat hal-hal sulit dengan mengalaminya langsung secara kinestik (K), yang artinya butuh melibatkan saluruh tubuh ketika menyerap informasai dan mendapatkan ketrampilan dasar. Mereka yang butuh mengalami langsung apa yang mereka pelajari, karena kebutuhan gaya mereka yang sangat bersifat fisik, yang sama sekali tidak cocok dengan pelajaran-pelajaran akademis dan teoretis.
Sekitar usia delapan tahun, sebagain anak mulai mengembangkan preferensi visual yang kuat (V), yang memungkinkan mereka untuk menyerap informasi dengan cara mengamati dan melihat apa yang berlangsung di sekeliling mereka. Melihat menjadi alat belajar yang sangat penting.

Kira-kira usia sebelas tahun, banyak yang mulai lebih bersifat Auditori (A), artinya mereka mulai bisa belajar dengan baik terutama dengan mendengarkan dan dengan mudah mengigat informasi kompleks yang didengar.












V
Visual
-membaca
-melihat/mengamati
-visualisasi/informasi





A T
Auditoris Taktil
-mendengarkan -menggarap/menangani
-berbicara/berdiskusi
-berbicara sendiri/berdialog sendiri




K
Kinestik
-mengalami/mengerjakan
-merasa/intuisi


Para guru dan pelatih di seluruh dunia masih mengarah pada kepercayaan-kepercayaan yang keliru berikut ini:
1. Cara belajar yang terbaik untuk siswa adalah dengan duduk tegak di depan meja. Tapi penelitian telah membuktikan bahwa banyak manusia menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam lingkungan yang informal.
2. Cara belajar yang terbaik untuk siswa adalah dalam ruangan dengan pencahayaan yang terang karena pencahayaan yang redup akan merusak mata mereka ketika membaca dan bekerja. Tapi penelitian membuktian bahwa banyak siswa menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam ruangan dalam pencahayaan redup, sedangkan pencahayaan yang terang membuat mereka gelisah, cemas dan hiper aktif.
3. Siswa belajar lebih banyak dan menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam lingkungan yang benar-benar sunyi. Penelitian mengungkapkan bahwa banyak orang dewasa mampu berfikir dan mengigat paling baik dengan mendengarkan musik.
4. Siswa lebih mudah mempelajari subjek yang sulit pada awal pagi ketika mereka dalam kondisi paling waspada. Hal ini benar-benar tidak berlaku bagi semua pembelajar. Apabila siswa dibiarkan belajar pada waktu-waktu yang paling tepat bagi mereka, maka sifat motivasi dan nilai matematika mereka akan membaik.
5. Siswa tidak bisa duduk tenang berarti belum siap belajar / tidak bisa belajar dengan cara yang benar. Beberapa penemuan dari hasil penelitian membuktikan bahwa siswa dari semua usia dan secara umum lebih banyak dikalangan laki-laki dari pada perempuan membutuhkan mobilitas pada saat belajar.
6. Tidak memperbolehkan makan didalam kelas. Banyak siswa yang bisa berkonsentrasi dengan lebih baik ketika belajar sambil makan, menggunyah, minum/mengigit sesuatu.
7. Semakin bertambah usia siswa, semakin mudah mereka beradaptasi dengan gaya mengajar seorang guru. Siswa dewasa membutuhkan motivasi lebih sedikat dari guru, meskipun demikian mereka tetap belajar dengan cara berbeda. Hal ini membutuhkan lebih banyak pilihan dan tujuan yang didefinisikan dengan jelas dan tepat.
8. Pengajaran Yang efektif memerlukan tujuan-tujuan yang dinyatakan dengan jelas, diikuti dengan penjelasan langkah demi langkah yang terperinci dan berurutan samppai siswa benar-benar mengerti apa yang diajarkan. Tapi pelajar holistis cenderung meraih konsep besarnya terlebih dahulu baru kemudian berurusan dengan fakta-fakta dan detail-detail yang terkait. Sedang pelajar analistis memerhatikan fakta-fakta dahulu lalu menggunakannya untuk membangun sebuah konsep.
9. Instruksi yang ditujukan kepada seluruh kelompok adalah cara terbaik dalam mengajar. Sebagian siswa bekerja dengan baik dalam tim atau kelompok, tetapi banyak yang lebih suka bekerja berpasangan, sementara lainnya tidak bisa berkonsentrasi dengan baik dengan adanya siswa lain di sekeliling mereka. Cara terbaik dalam mengajar adalah dengan memberikan ruang untuk dilakukan variasi terhadap preferensi sosial para siswa di kelas.
10. Masalah kemangkiran berkaitan dengan perilaku buruk, masalah di rumah, kurangnya motivasi, dan fakta-fakta lain yang tidak ada hubungannnya dengan gaya belajar yang dipilih.
Banyak cara menjadi cerdas, salah satu cara adalah dengan cara mengetahui apa itu kecerdasan, berikut beberapa kecerdasan asli menurut Gordner:
1. Kecerdasan Linguistik (bahasa)
Merupakan kemampuan membaca dan menulis dengan baik, memiliki kemampuan menyimak yang berkembang, perbendaharaan kata yang luas dan mampu mengeja dengan benar.
2. Kecerdasan Logika (matematika)
Merupakan kemampuan berfikir, menghitung dan menangani pikiran logis.

3. Kecerdasan Visual (spasial)
Merupakan kemampuan berpikir dalam gambar dan citra, melihat segala sesuatu dalam keterkaitannya dengan yang lain. Misal: Keterampilan melukis/memahat dengan melihat sedikit atau tidak melihat sama sekali.
4. Kecerdasan Musikal
Kemampuan menyanyi, memainkan alat musik, membuat komposisi, mengapresiasikan dan menghasilkan irama, titi nada, dan bentuk-bentuk espresi musik.
5. Kecerdasan Jasmani (kinestik)
Kontrol dari gerakan tubuh dan kapasitas untuk menangani objek-objek dengan sangat terampil memungkinkan orang untuk mengekspresikan diri secara fisik, aktif dalam olahraga dan mengetahui berbagai hal melalui tubuh mereka.
6. Kecerdasan Interpensonal
Kemampuan untuk bekerja dan berinteraksi secara peka dengan orang lain, memiliki tanggungjawab sosial dan rasa iba.
7. Kecerdasan Intrapersonal
Kemampuan mengakses dan memahami perasaan terdalam, kelemahan, kekuatan, dan hasrat seseorang, mengingat pengalaman, memikirkan pernikahan/ metakognisi dan mampu menempatkan diri pada situasi apapun.

“Lima Bidang Kecerdasan Emosional”
Pada tahun 1990 Salavey dan Mayer mengemukakan model kecerdasan emosional sebagai berikut :
1. Mengenal emosi seseorang
Kesadaran diri, mengenali perasaan saat perasaan itu muncul, sangat penting untuk
memahami diri.
2. Mengelola emosi
Menangani perasaan-perasaan agar menjadi layak kapasitas untuk menenangkan diri dan menepiskan kecemasan, kemurungan dan sifat lekas marah.
3. Memotivasi diri
Pengendalian diri dan bersifat emosional menunda kepuasan dan menahan dorongan kata hati, dalam memerhatikan, mencapai penguasaan terhadap sesuatu dan mencapai kreativitas
4. Mengenali emosi-emosi orang lain
Empati dan penyesuaian terhadap sinyal-sinyal yang halus, yang mengindikasikan tentang apa yang diperlukan / diinginkan orang lain.
5. Menangani Hubungan
Kompetensi dan kemampuan social yang mendasari popularitas,kemampuan dan keefektifan interpersonal.
Pengaruh positif gaya belajar : prestasi akademis membaik, tingkat kehadiran membaik, tingkat disiplin juga membaik dan problem perilaku berkurang. Gaya belajar memberi perbaikan cepat bagi murid yang berprestasi rendah.
Gaya belajar sangatlah barpengaruh terhadap penyerapan informasi dan bagaimana seseorang mengusahakan agar suatu kegiatan belajar bisa berhasil. Empat indra yang mempengaruhi penyerapan informasi, ingatan dan proses belajar diantaranya melihat, mendengar, menyentuh, dan merasa.
Adapun manfaat belajar dan bekerja dengan gaya sendiri antara lain:
1. Belajar dan bekerja tanpa stress dan kegembiraan yang jauh lebih besar.
2. Para guru akan lebih mengerti tentang kebutuhan belajar yang sesungguhnya dari para murid dan mereka lebih memperhatikan gaya mengajar mereka sendiri, serta sesuai atau tidak hasil yang diperoleh.
3. Menumbuhkan sikap yang lebih baik terhadap pembelajaran dalam suatu kelompok besar murid yang tidak dapat belajar dengan metode pengajaran tradisional.
4. Menjadi sangat bergairah menyelesaikan tugas – tugas belajar dan benar – benar menjadi suka belajar seumur hidup.
5. Semua orang juga akan menjadi lebih efektif dalam hubungan interpersonal karena pemahaman mereka terhadap keragaman manusia memberi sarana baru yang lebih baik untuk lebih sukses dalam berinteraksi.
6. Ketika manusia mengenal potensi mereka, gaya unik mereka dan cara mereka menyerap informasi secara efektif dengan sendirinya mereka akan mencapai tujuan sebagai suatu spesies menjadi pembelajaran seumur hidup yang sukses dengan gaya mereka sendiri.

Para murid tidak dapat memahami diri mereka sebagai pelajar atau apa yang sedang terjadi pada diri mereka atau mengapa mereka tidak mampu mencapai nilai yang cukup bagus selama bertahun – tahun disekolah. Akibatnya penghargaan diri dan motivasi mereka menurun secara drastis dan akhirnya pikiran mereka terlepas dari pembelajaran seumur hidup mereka dapat dikatakan punah sebagai suatu spesies pembelajaran. Kondisi tersebut sungguh berbahaya bagi kelompok masyarakat manapun dan hal ini mengakibatkan peningkatan angka kriminalitas, penyalahgunaan obat, pengangguran, kecanduan alkohol, perceraian, penyiksaan anak – anak, tindak kekerasan, resesi ekonomi, masalah lingkungan, kemiskinan, keresahan sosial, bahkan mungkin kekerasan. Barang kali hal tersebut belum tampak jelas tetapi akar penyakit – penyakit sosial yang dewasa ini mengungkung setiap masyarakat berkembang agaknya berakar pada pendidikan yang buruk, kecenderungan putus sekolah, prestasi yang rendah dan penghargaan diri yang rendah. Semua hal ini sering dapat ditelusuri hingga kegenerasi orang tua.



The power of learning styles: memacu anak melejitkn prestasi dengan mengenali gaya belajarnya/ karya Barbara Prashig; penerjemah, Nina Fauziah; penyunting, Rahmani Astuti. Bandung: Kaifa,2007.

No comments:

Post a Comment